"Ada usulan, 'Pak, ini kan wajib belajar 9 tahun. Seharusnya, evaluasinya bukan saat kelas 6 SD dan 3 SMP tapi evaluasinya saat 9 tahun (Kelas 3 SMP). Artinya, di SMP yang dievaluasi. Kami tidak tertutup dengan berbagai pandangan," ungkap Nuh usai meninjau persiapan UN di SD Bhakti, Jl Bhakti IV, Kemanggisan, Jakarta Barat, Senin (6/4/2013).
Nuh tidak setuju jika UN SD dihapuskan. Menurutnya, evaluasi tetap perlu dilakukan. Namun, teknis pelaksanaanya bisa dibahas lebih lanjut. Pembahasan tersebut bisa melalui konvensi sistem pendidikan yang akan diadakan bulan September 2013.
Jika UN SD diganti dengan evaluasi per sekolahan, maka ini akan memunculkan kesulitan dalam penerimaan siswa di SMP. Soalnya, pihak SMP tentu tidak akan memandang semua SD mempunyai kualitas evaluasi yang sama.
Kalaupun diadakan ujian penyaringan untuk masuk SMP, maka ini akan menambah biaya. Cara ini dinilai Nuh tidak efektif.
"Kalau harus melaksanakan ujian saringan lagi, berarti ada pekerjaan baru lagi, pembiayaan lagi. Berarti hanya memindahkan, tidak pakai UN tapi hanya pakai ujian seleksi," terang Nuh.
Nuh menyampaikan, permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan UN tidak serta merta melegitimasi penghapusan UN. Yang perlu dilakukan hanya perbaikan, bukan penghapusan, karena permasalahan yang dihadapi bukan permasalahan substantif melainkan hanya permasalahan teknis.
"Kalau rumah yang rusak pintunya, ya pintunya yang dibenahi, bukan rumahnya yang dibongkar. Bukan juga pintunya yang dibuang," ujarnya beranalogi.
Sumber : http://news.detik.com/read/2013/05/06/094613/2238693/10/mendikbud-kaji-penggabungan-un-sd-dan-smp
Tidak ada komentar:
Posting Komentar